Selamat buat para Bunda yang putra-putrinya diterima di PTN tahun ini. Bagi yang belum berhasil, tidak perlu berkecil hati dan tetaplah optimis.
Dua tahun yang lalu, saya juga pernah mengalami. Ada keinginan untuk diterima di PTN pada saat si sulung Kakak Hilmy lulus SMK. Dan ternyata hasilnya tidak lolos ujian saringan SBMPTN yang artinya tidak diterima di Perguruan Tinggi Negeri.
Waktu itu, kami orang tuanya tidak mudah membantu menentukan pilihan jurusan buat dia, karena di SMK mata pelajarannya sudah sangat berbeda dengan di SMU. Jadi untuk bersaing di saringan ujian masuk PTN tidak ringan. Memilih jurusannya juga jadi terbatas.
Dia juga sempat terbawa keinginan untuk memilih jurusan seperti teman-temannya. Sementara saya melihat dia lebih cocok untuk memilih jurusan sesuai potensi keahliannya yang sudah mulai tergali ketika SMK.
Di sinilah proses mempertemukan keinginan, harapan dan realita di mulai. Dan tentu tidak mudah.
Orang tua mana sih yang gak pengin anaknya sekolah atau kuliah di jurusan dan kampus yang favorit?
Sekalipun katanya istilah favorit dan tidak favorit kurang tepat, tapi kesan tersebut sudah terlanjur menempel di benak kita semua sebagai orang tua.
Setelah melihat dan menimbang sana sini, akhirnya jatuh pada kesimpulan bahwa saya harus berupaya mempengaruhi Hilmy untuk mendaftar sesuai potensinya saja. Bukan mendaftar karena pengin atau karena ikut-ikutan teman.
Dengan keterbatasan pemahaman kami tentang jurusan dan mata kuliah yang akan dipelajari, justru saya tidak terlalu merekomendasikan dia mendaftar ke PTN.
Loh… Mungkin terdengarnya aneh ya? Tapi itulah yang terjadi, saya berkali-kali berusaha meyakinkan Hilmy, bahwa dia lebih baik memilih jurusan multimedia saja, sebagai kelanjutan dari apa yang sudah dia pelajari selama 3 tahun di SMK.
Dan jurusan tersebut tidak ditemukan di PTN, namun adanya di PTS.
Maka dalam prosesnya dia tetap ikut ujian saringan SBMPTN, memilih 2 jurusan di Unpad, ditambah lagi ikut seleksi dan test di PTS swasta lain memilih jurusan sesuai keinginan dia yang cenderung karena terpengaruh temannya.
Alhamdulillah, akhirnya Allah mengabulkan doa Ibu. Dia di terima di jurusan Sistem Multimedia di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Bandung.
Daaan… ternyata dia juga diterima di jurusan yang dia pilih di sebuah PTS juga Bandung.
Akhirnya saya jelaskan lagi panjang lebar kemungkinan dari 2 pilihan itu. Ditambah dengan kekuatan negosiasi seorang Ibu, saya berupaya meyakinkan lagi bahwa pilihan ini insyaAllah pilihan yang tepat dan terbaik yang di hadirkan Allah untuk dia.
Tahun pertama dia kuliah, alhamdulillah sudah terlihat kalau dia menikmati dan makin terasah potensinya. Dia juga sudah mulai terima job kecil-kecilan sesuai dengan potensinya. Dari membuat design gambar, edit foto, membuat dan mengedit video dll.
Masa liburan semester 4 ini dia sudah Kerja Praktek. Disela-sela kerja prakteknya, dia dan beberapa temannya kemarin mengikuti lomba Festival Film Turisme Kabupaten Bandung Barat. Dan kami sangat senang karena hasil karya mereka terpilih sebagai Juara Pertama, ditambah lagi mendapatkan hadiah yang cukup lumayan menyenangkan buat mereka.
Pada dasarnya, selama ini kami sebagai orang tua berprinsip bahwa tugas kami adalah menghantarkan anak-anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan minat dan potensi yang dia miliki.
Tidak membebani mereka dengan keharusan berprestasi secara akademik bila memang minat dan potensinya bukan di akademik.
Selama 3 tahun di SMP saya melihat Hilmy tidak begitu antusias untuk mengejar prestasi akademik. Maka ketika dia lulus SMP, saya minta dia mengisi test temu bakat. Karena saat itu kami agak bimbang membantu dia memilih pilihan SMK atau SMU. Lalu saya mengajak Hilmy mengkonsultasikan langsung hasil test temu bakatnya ke Abah Rama. Dan setelah itu kami mantap memilih SMK jurusan multimedia sebagai pilihannya.
Sebagai orangtua tentunya kita ingin memberikan yang terbaik buat anak-anak. Pilihannya apakah kita akan mendahulukan minat dan potensi anak atau justru kita mengarahkan atau memaksa anak sesuai dengan kemauan dan kehendak kita.
Pilihan ada di tangan kita masing-masing sebagai orangtuanya.
Wallahua’laam bi shawab…